Info Event— Indonesia Green Connect (IGC) 2025 resmi dibuka oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, di Sabuga Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis 7 Agustus 2025. Acara ini merupakan rangkaian Konvensi Sains dan Teknologi Indonesia (KSTI) dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas).
Forum yang mengusung tema transformasi industri hijau dan keberlanjutan ini menghadirkan 39 pembicara ahli. Ada tujuh pilar utama yang dibahas: kesehatan, transisi energi, mobilitas bersih, ketahanan pangan dan air, rantai pasok global hijau, dan pembiayaan hijau. Forum ini mempertemukan lebih dari 150 pemimpin industri, pemerintah, akademisi, dan changemaker untuk memperkuat sinergi nasional menuju Indonesia Emas 2045 dan Net Zero Emission 2060.
Forum ini diinisiasi oleh Energy Academy Indonesia (ECADIN) bersama Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi (DKST) ITB. “Ketujuh pilar strategis yang kami angkat menuntut pertemuan antara kebijakan, teknologi, dan model bisnis agar dapat menghasilkan dampak konkret,” ujar Desti Alkano, Ph.D., pendiri dan Direktur Eksekutif ECADIN.
Diskusi dimulai dengan pidato pembukaan dari Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan (Dirjen P2P Kemenkes), drg. Murti Utami. Menurutnya transformasi sistem kesehatan harus mencakup aspek berkelanjutan dan inovasi. Hal ini termasuk mendorong pengembangan rumah sakit hijau dan pemanfaatan kecerdasan buatan AI (Artificial Intelligence) untuk diagnosis dini.
Di sektor energi. Prof. Zheng Angang, Chief Engineer of the Metrology Department China Electric Power Research Institute (CEPRI), menyampaikan potensi energi terbarukan Indonesia yang sangat besar hanya dapat dimaksimalkan dengan dukungan infrastruktur kelistrikan dan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
Dalam perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) transisi energi Indonesia membutuhkan Rp 3.000 triliun dalam satu dekade. “Terutama untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 100 GW yang menyasar wilayah terpencil,” kata Direktur Pembinaan Program Kelistrikan Wanhar.
PT PLN (Persero) menyatakan pembangunan pembangkit yang lebih ramah lingkungan dan efisiensi energi berpotensi meningkatkan biaya produksi. “Langkah ini tetap krusial untuk mendorong sistem energi yang berkelanjutan dalam jangka panjang,” ujar Direktur Teknologi, Engineering dan Keberlanjutan PLN Evy Haryadi.
Sedangkan PT Pertamina (Persero) mendorong dual growth yakni memperkuat energi konvensional sambil memperluas portofolio bioenergi, carbon capture and storage (CCS), dan hidrogen hijau.
Forum ditutup dengan refleksi antara Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, dan Rektor ITB, Prof. Tatacipta Dirgantara. “Jawa Barat tak ingin jadi pengikut dalam gerakan hijau dunia, tapi pelopor yang menggabungkan teknologi dan nilai lokal,” ujar Kang Dedi.
Dalam sambutan penutup secara daring, Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, mengatakan pembiayaan iklim Indonesia membutuhkan dana US $280 miliar. Sektir kelautan yang vital masih minim perhatian global. Dia mengajak akademisi dan pelaku industri untuk mencari solusi pembiayaan yang lebih berkelanjutan.
Tepat di usia 80 tahun Indonesia merdeka, Indonesia Green Connect 2025 menegaskan visi People & Planet First hanya dapat dicapai melalui sinergi lintas sektor yang konsisten, konkret, dan kolaboratif.
Forum ini menjadi momentum strategis untuk merancang roadmap dua dekade ke depan—dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pencapaian transformasi hijau Indonesia menuju 100 tahun kemerdekaan Indonesia. (*)