Pameran yang berlangsung dari 15 Oktober hingga 3 November 2024 ini berangkat dari naskah sejarah Kraton Yogyakarta berjudul Babad Ngayogyakarta HB IV dumugi HB V. Ditulis pada masa Sultan Hamengku Buwono VI dan disalin kembali pada era Sultan Hamengku Buwono VII, naskah ini menceritakan Perang Jawa dengan detail serta menonjolkan karakter Diponegoro sebagai “Satrio Pinandhito”—gelar yang mengedepankan kebijaksanaan dan sifat ksatria. Babad ini memperlihatkan bahwa Diponegoro tidak ditempatkan sebagai sosok antagonis terhadap Kraton, melainkan sebagai teladan dalam kebijaksanaan dan perilaku.
Pameran ini menampilkan interpretasi visual dari 39 pelukis ternama Indonesia, yang masing-masing menggambarkan satu dari 39 narasi tentang Diponegoro yang diambil dari pupuh-pupuh dalam naskah tersebut. Para pelukis diberikan kebebasan berekspresi, sehingga lukisan-lukisan yang dihadirkan bukanlah sekadar ilustrasi sejarah, melainkan juga karya seni yang mengandung simbolisme dan ekspresi individual. Lukisan-lukisan ini menjadi "medium antara" yang menjembatani seni dan sejarah, mengajak pengunjung untuk menelusuri kembali perjalanan Pangeran Diponegoro dengan perspektif yang lebih luas.
Dukungan Agenda Edukatif dan Diskusi
Iklan
Selain pameran seni, acara ini juga diramaikan dengan berbagai agenda diskusi yang relevan dengan perjuangan Pangeran Diponegoro dan konteks sejarahnya, menjadikan pameran ini sebagai ruang edukasi bagi pelajar, mahasiswa, kolektor, dan pecinta seni. Diharapkan, pameran ini bisa memberikan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai kepahlawanan dan kearifan lokal, terutama bagaimana sosok Pangeran Diponegoro masih relevan bagi generasi masa kini.
Pembukaan pameran rencananya akan dihadiri oleh tokoh nasional Hashim Djojohadikusumo dan Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang menegaskan dukungan terhadap upaya menghidupkan kembali narasi sejarah melalui medium seni.
Pameran Sastra Rupa #2 ini bukan sekadar ajang memamerkan karya seni, tetapi sebuah misi untuk menghidupkan kembali sejarah dan menumbuhkan apresiasi terhadap nilai-nilai kearifan Pangeran Diponegoro. Bagi para pengunjung, terutama generasi muda, pameran ini menjadi kesempatan untuk memahami perjuangan sosok Pangeran Diponegoro dalam konteks humanisme yang jarang terungkap. (*)