Public Virtue Institute: Pemerintah Harus Tegakkan Demokrasi Yang Persuasif Atasi Gejala Islamisme

Reporter

Editor

Yefri

Sabtu, 17 Oktober 2020 10:45 WIB

Massa pendukung HTI menggelar aksi saat sidang putusan terkait gugatan HTI di PTUN, Jakarta, 7 Mei 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat

Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Institute sangat khawatir tren menguatnya konservatisme dan intoleransi dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama, khususnya Islam. Tren ini juga meliputi munculnya gejala Islamisme politik yaitu gerakan menuju pembentukan negara Islam dan menolak sistem demokrasi.

Namun Public Virtue juga mendesak pemerintah untuk mengutamakan kebijakan dan pendekatan yang persuasif, bukan represif. Pendekatan pemerintah dalam hal menegakkan demokrasi dan pluralisme yang represif justru semakin menurunkan kualitas demokrasi dan pluralisme itu sendiri. Kebebasan individu dari setiap warga, termasuk jika seseorang memiliki pandangan berbeda tentang demokrasi, tetaplah harus dilindungi.

Pendekatan persuasi dalam menjaga demokrasi dari fenomena Islamisme penting karena ada banyak ajaran Islam yang selaras dengan demokrasi. Menurut Public Virtue, Pemerintah dapat bekerja sama dengan organisasi-organisasi masyarakat Islam untuk mempromosikan ajaran-ajaran Islam untuk memajukan dan menjaga sistem demokrasi dan nilai-nilai pluralisme. Yaitu dengan melindungi kebebasan individual dan keadilan sosial. Perlindungan kebebasan individual akan membuat mereka yang konservatif dilindungi hak-haknya. Pemenuhan keadilan sosial akan membuat masyarakat yang marjinal tidak mudah diprovokasi oleh paham-paham yang dikhawatirkan oleh pemerintah.

Kesimpulan tersebut disampaikan oleh Public Virtue saat menggelar acara seminar bertema “Islam dan Demokrasi: Menyoal Kebebasan Individual dan Keadilan Sosial” pada Jumat, 16 Oktober 2020. Seminar ini merupakan edisi keempat dari Forum Demokrasi A.E Priyono yang diselenggarakan atas kerja sama Public Virtue dan Erasmus Huis, Kedutaan Kerajaan Besar Belanda.

Acara yang dimoderatori oleh pegiat Public Virtue Anita Wahid menghadirkan para pembicara seperti Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Direktur Rumah KitaB Lies Marcoes, pengasuh Esoterika-Forum Spiritualitas Budhy Munawar Rachman, dan peneliti Indonesia yang berbasis di Australian National University, Nava Nuraniyah.

Advertising
Advertising

“Kami menghormati langkah pemerintah untuk menjaga kemajemukan masyarakat (pluralisme) di Indonesia. Namun langkah itu harus mengutamakan pendekatan persuasi, bukan represi. Cara ini diperlukan agar kualitas demokrasi Indonesia tidak semakin dinilai merosot. Negara harus melindungi kebebasan individual sekaligus keadilan sosial,” kata Direktur Eksekutif Public Virtue Ahmad Taufiq.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu`ti yang menjadi pembicara kunci menyatakan, “Demokrasi bukanlah sekedar sistem politik, tetapi sistem nilai yang menjadi dasar pembentukan kesejahteraan dan keadilan sosial serta keadaban suatu bangsa. Emansipasi, meritokrasi, dan pluralisme adalah tiga nilai dasar demokrasi yang juga merupakan nilai-nilai utama dan keutamaan dalam Islam”.

Senada dengan Mu’ti, salah satu pendiri Nurcholish Madjid Society (NCMS) serta pengasuh Esoterika-Forum Spiritualitas Budhy Munawar Rachman, “Islam dan Demokrasi adalah dua norma yang tidak perlu dipertentangkan. Keduanya menggambarkan ideal yang sama tentang masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis. Islam mendukung norma-norma internasional baru seperti demokrasi. Visi keislaman harusnya mendorong kita mengembangkan kualitas demokrasi kita di Indonesia.”

Sementara itu, pemerintah dan para pemimpin organisasi keagamaan juga harus bekerja sama menghadapi tantangan polarisasi sosial di kalangan masyarakat Islam. Tantangan ini terlihat dalam ajang pilikada di DKI pada 2017 dan Pilpres 2019, yang bahkan telah dimulai pada Pilpres 2014.

Bagi Nava Nuraniyah yang juga menjadi pembicara, Perbedaan dalam masyarakat adalah hal wajar, apalagi dalam demokrasi. Tapi bukan itu yang dimaksud polarisasi. Polarisasi adalah ketika berbagai macam masalah di masyarakat berupa perbedaan ras, agama, ketimpangan ekonomi dikerucutkan oleh aktor-aktor populis menjadi satu jenis pembelahan identitas: pribumi vs imigran; pro-NKRI vs anti-NKRI; kadrun vs cebong”.

Nava melanjutkan bahwa polarisasi sosial tersebut berimbas negatif pada Pemilu. “Pemilu yang sejatinya adalah ajang adu program kebijakan malah menjadi semacam “Armageddon” atau perang suci antara dua ideologi,” kata Nava. Dia juga mengkhawatirkan bahwa pada akhirnya semua berdampak negative pada kualitas demokrasi di tingkat atas maupun bawah. Di tingkat bawah, pihak oposisi tidak mau mengakui kekalahan atau bahkan mengancam akan revolusi. Sedangkan di tingkat atas, si pemenang jadi sangat alergi dan represif terhadap oposisi.

Para pembicara sepakat untuk menolak penggunaan agama sebagai strategi untuk memecah belah masyarakat dengan hasutan kebencian untuk mencapai tujuan kepentingan kekuasaan jangka pendek. Mereka juga sepakat bahwa Islam adalah ajaran agama yang nilai-nilainya selaras dengan demokrasi.

Nilai-nilai yang sama tersebut mencakup ajaran tentang keadilan, persamaan hak dan derajat, persaudaraan dan kebebasan. Sepanjang negara berpegang pada nilai-nilai itu, maka mekanisme yang diterapkan sudah sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian berdirinya sebuah negara Islam yang bersifat formalistis dan ideologis sudah tidak terlalu penting adanya. (*)

Berita terkait

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

3 hari lalu

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengkritik pemerintah Amerika Serikat atas penggerebekan terhadap protes mahasiswa pro-Palestina

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

4 hari lalu

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

Aksi Hari Buruh Internasional pada Rabu kemarin menyoroti janji reforma agraria Presiden Jokowi. Selain itu, apa lagi?

Baca Selengkapnya

Massa Aksi May Day Bakar Baliho Jokowi dan Hakim MK Sebagai Bentuk Kekecewaan

5 hari lalu

Massa Aksi May Day Bakar Baliho Jokowi dan Hakim MK Sebagai Bentuk Kekecewaan

Peserta aksi Hari Buruh Internasional atau May Day membakar baliho bergambar Presiden Jokowi di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakpus

Baca Selengkapnya

Dosen Filsafat UGM Sebut Pentingnya Partai Oposisi: Jika Tidak Ada, Maka Demokrasi Tambah Merosot Jauh

6 hari lalu

Dosen Filsafat UGM Sebut Pentingnya Partai Oposisi: Jika Tidak Ada, Maka Demokrasi Tambah Merosot Jauh

Keberadaan partai oposisi sangat penting untuk memberikan pengawasan dan mengontrol jalannya pemerintahan. Ini pendapat dosen filsafat UGM.

Baca Selengkapnya

Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

7 hari lalu

Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

Isu tentang partai yang akan menjadi oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran kian memanas. Kenali fungsi dan peran oposisi.

Baca Selengkapnya

Koalisi Prabowo Rangkul PKB dan Partai Nasdem Bahayakan Demokrasi

10 hari lalu

Koalisi Prabowo Rangkul PKB dan Partai Nasdem Bahayakan Demokrasi

Upaya Koalisi Prabowo merangkul rival politiknya dalam pemilihan presiden seperti PKB dan Partai Nasdem, berbahaya bagi demokrasi.

Baca Selengkapnya

Dosen Politik Universitas Udayana Sebut 5 Skenario Potensial Putusan Sengketa Pilpres oleh Hakim MK

15 hari lalu

Dosen Politik Universitas Udayana Sebut 5 Skenario Potensial Putusan Sengketa Pilpres oleh Hakim MK

Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) prediksi 5 skenario potensial putusan MK sengketa Pilpres 2024 yang akan di gelar Senin, 22 April 2024

Baca Selengkapnya

Kelompok Pemantau Eopa: Pemilu Turki Belum Sepenuhnya Kondusif bagi Demokrasi

34 hari lalu

Kelompok Pemantau Eopa: Pemilu Turki Belum Sepenuhnya Kondusif bagi Demokrasi

Kelompok pemantau pemilu dari Dewan Eropa mengatakan lingkungan pemilu Turki masih terpolarisasi dan belum sepenuhnya kondusif bagi demokrasi.

Baca Selengkapnya

Respons Bambang Widjojanto Soal MK Panggil 4 Menteri Jokowi Jadi Saksi Sengketa Pilpres

34 hari lalu

Respons Bambang Widjojanto Soal MK Panggil 4 Menteri Jokowi Jadi Saksi Sengketa Pilpres

Bambang Widjojanto menilai MK ingin sungguh-sungguh memeriksa setiap bukti dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Ketika Ganjar dan Mahfud Md Kompak Berharap MK Selamatkan Demokrasi

40 hari lalu

Ketika Ganjar dan Mahfud Md Kompak Berharap MK Selamatkan Demokrasi

Mahfud Md berharap MK mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia.

Baca Selengkapnya