Info Event - Gang sempit di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur itu bernama Gang Satoe. Di ujungnya, berdiri sebuah rumah sederhana yang tak banyak menyita perhatian orang yang lalu lalang. Tapi bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera, rumah itu adalah tempat berlindung dari kerasnya jalanan kota. Tempat di mana mereka bisa duduk, belajar, dan bermimpi.
Pada suatu akhir pekan, suara tawa anak-anak terdengar lebih ramai dari biasanya. Mereka sedang mengikuti pelatihan yang tak biasa—bermain sambil belajar mengenali potensi diri. Workshop itu digagas oleh sekelompok mahasiswa dari Program Studi Ilmu Komunikasi LSPR, jurusan Public Relation & Digital Communication, dalam sebuah program yang mereka beri nama “Satoe Spark: Cahaya dari Gang Kecil.”
Para mahasiswa itu datang membawa niat baik: menyulut semangat lewat pelatihan soft skill bagi anak-anak yang tumbuh di tengah lingkungan yang rentan konflik dan aktivitas negatif. Di Jl. Gergaji, tempat Rumah Belajar Gang Satoe berdiri, realitas keras Jakarta Timur terasa dekat: tawuran pelajar, tekanan ekonomi, dan peluang masa depan yang kian sempit.
“Saya sangat berterima kasih kepada kakak-kakak yang telah membawa niat baik dan positif bagi anak-anak di sini,” ujar Mahmud Sidik, pendiri Rumah Belajar Gang Satoe. “Kami sadar, kami punya banyak keterbatasan. Tapi dengan adanya pelatihan seperti ini, anak-anak bisa lebih mengenal kegiatan yang berguna untuk pendidikan dan kehidupan mereka.”
Rumah Belajar Gang Satoe memang tak besar, tapi semangat yang mengalir di dalamnya tak kalah dari sekolah formal. Di sanalah para mahasiswa LSPR hadir, bukan sebagai pengajar semata, tapi sebagai kakak, teman bermain, dan penyemangat. Lewat aktivitas permainan edukatif, anak-anak diajak mengenal emosi, mengenali bakat, dan melatih keberanian berbicara di depan orang lain.
Bagi Rizka Septiana, M.Si., dosen LSPR yang membimbing kegiatan ini, pendidikan tidak melulu soal buku dan papan tulis. “Kami percaya, ketika anak-anak bisa belajar sambil bermain, mereka tidak hanya menyerap ilmu, tapi juga tumbuh sebagai pribadi yang kuat, kreatif, dan penuh harapan,” ujarnya.
Pemerintah setempat pun memberikan apresiasi. Rachman Setiana, S.E., Lurah Jatinegara, menilai kegiatan seperti ini sangat penting dalam membina generasi muda. “Mereka adalah penerus bangsa. Harus diarahkan dan dibina agar mengenali potensi diri dan membangun masa depan yang lebih baik,” katanya.
Satoe Spark LSPR tak hanya soal pelatihan sehari, tapi menjadi simbol kontribusi mahasiswa dalam merawat relasi antara institusi pendidikan dan masyarakat. Sebuah upaya kecil yang menyala di gang sempit—menjadi cahaya bagi anak-anak untuk melangkah lebih jauh, dengan percaya diri dan harapan. (*)