Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Public Virtue Institute: Pemerintah Harus Tegakkan Demokrasi Yang Persuasif Atasi Gejala Islamisme

Editor

Yefri

image-gnews
Massa pendukung HTI menggelar aksi saat sidang putusan terkait gugatan HTI di PTUN, Jakarta, 7 Mei 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat
Massa pendukung HTI menggelar aksi saat sidang putusan terkait gugatan HTI di PTUN, Jakarta, 7 Mei 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat
Iklan

Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Institute sangat khawatir tren menguatnya konservatisme dan intoleransi dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama, khususnya Islam. Tren ini juga meliputi munculnya gejala Islamisme politik yaitu gerakan menuju pembentukan negara Islam dan menolak sistem demokrasi.

Namun Public Virtue juga mendesak pemerintah untuk mengutamakan kebijakan dan pendekatan yang persuasif, bukan represif. Pendekatan pemerintah dalam hal menegakkan demokrasi dan pluralisme yang represif justru semakin menurunkan kualitas demokrasi dan pluralisme itu sendiri. Kebebasan individu dari setiap warga, termasuk jika seseorang memiliki pandangan berbeda tentang demokrasi, tetaplah harus dilindungi.

Pendekatan persuasi dalam menjaga demokrasi dari fenomena Islamisme penting karena ada banyak ajaran Islam yang selaras dengan demokrasi. Menurut Public Virtue, Pemerintah dapat bekerja sama dengan organisasi-organisasi masyarakat Islam untuk mempromosikan ajaran-ajaran Islam untuk memajukan dan menjaga sistem demokrasi dan nilai-nilai pluralisme. Yaitu dengan melindungi kebebasan individual dan keadilan sosial. Perlindungan kebebasan individual akan membuat mereka yang konservatif dilindungi hak-haknya. Pemenuhan keadilan sosial akan membuat masyarakat yang marjinal tidak mudah diprovokasi oleh paham-paham yang dikhawatirkan oleh pemerintah.

Kesimpulan tersebut disampaikan oleh Public Virtue saat menggelar acara seminar bertema “Islam dan Demokrasi: Menyoal Kebebasan Individual dan Keadilan Sosial” pada Jumat, 16 Oktober 2020. Seminar ini merupakan edisi keempat dari Forum Demokrasi A.E Priyono yang diselenggarakan atas kerja sama Public Virtue dan Erasmus Huis, Kedutaan Kerajaan Besar Belanda.

Acara yang dimoderatori oleh pegiat Public Virtue Anita Wahid menghadirkan para pembicara seperti Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Direktur Rumah KitaB Lies Marcoes, pengasuh Esoterika-Forum Spiritualitas Budhy Munawar Rachman, dan peneliti Indonesia yang berbasis di Australian National University, Nava Nuraniyah.

“Kami menghormati langkah pemerintah untuk menjaga kemajemukan masyarakat (pluralisme) di Indonesia. Namun langkah itu harus mengutamakan pendekatan persuasi, bukan represi. Cara ini diperlukan agar kualitas demokrasi Indonesia tidak semakin dinilai merosot. Negara harus melindungi kebebasan individual sekaligus keadilan sosial,” kata Direktur Eksekutif Public Virtue Ahmad Taufiq.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu`ti yang menjadi pembicara kunci menyatakan, “Demokrasi bukanlah sekedar sistem politik, tetapi sistem nilai yang menjadi dasar pembentukan kesejahteraan dan keadilan sosial serta keadaban suatu bangsa. Emansipasi, meritokrasi, dan pluralisme adalah tiga nilai dasar demokrasi yang juga merupakan nilai-nilai utama dan keutamaan dalam Islam”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Senada dengan Mu’ti, salah satu pendiri Nurcholish Madjid Society (NCMS) serta pengasuh Esoterika-Forum Spiritualitas Budhy Munawar Rachman, “Islam dan Demokrasi adalah dua norma yang tidak perlu dipertentangkan. Keduanya menggambarkan ideal yang sama tentang masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis. Islam mendukung norma-norma internasional baru seperti demokrasi. Visi keislaman harusnya mendorong kita mengembangkan kualitas demokrasi kita di Indonesia.”

Sementara itu, pemerintah dan para pemimpin organisasi keagamaan juga harus bekerja sama menghadapi tantangan polarisasi sosial di kalangan masyarakat Islam. Tantangan ini terlihat dalam ajang pilikada di DKI pada 2017 dan Pilpres 2019, yang bahkan telah dimulai pada Pilpres 2014.

Bagi Nava Nuraniyah yang juga menjadi pembicara, Perbedaan dalam masyarakat adalah hal wajar, apalagi dalam demokrasi. Tapi bukan itu yang dimaksud polarisasi. Polarisasi adalah ketika berbagai macam masalah di masyarakat berupa perbedaan ras, agama, ketimpangan ekonomi dikerucutkan oleh aktor-aktor populis menjadi satu jenis pembelahan identitas: pribumi vs imigran; pro-NKRI vs anti-NKRI; kadrun vs cebong”.

Nava melanjutkan bahwa polarisasi sosial tersebut berimbas negatif pada Pemilu. “Pemilu yang sejatinya adalah ajang adu program kebijakan malah menjadi semacam “Armageddon” atau perang suci antara dua ideologi,” kata Nava. Dia juga mengkhawatirkan bahwa pada akhirnya semua berdampak negative pada kualitas demokrasi di tingkat atas maupun bawah. Di tingkat bawah, pihak oposisi tidak mau mengakui kekalahan atau bahkan mengancam akan revolusi. Sedangkan di tingkat atas, si pemenang jadi sangat alergi dan represif terhadap oposisi.

Para pembicara sepakat untuk menolak penggunaan agama sebagai strategi untuk memecah belah masyarakat dengan hasutan kebencian untuk mencapai tujuan kepentingan kekuasaan jangka pendek. Mereka juga sepakat bahwa Islam adalah ajaran agama yang nilai-nilainya selaras dengan demokrasi.

Nilai-nilai yang sama tersebut mencakup ajaran tentang keadilan, persamaan hak dan derajat, persaudaraan dan kebebasan. Sepanjang negara berpegang pada nilai-nilai itu, maka mekanisme yang diterapkan sudah sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian berdirinya sebuah negara Islam yang bersifat formalistis dan ideologis sudah tidak terlalu penting adanya. (*)

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Prabowo Bantah Disebut Bakal Turunkan Kualitas Demokrasi Indonesia

3 hari lalu

Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto beserta Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka menemui presiden Uni Emirat Arab (UEA) Yang Mulia Syeikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) di Istana Al Shati, Abu Dhabi, Senin, 13 Mei 2024. Foto Tim Media Prabowo
Prabowo Bantah Disebut Bakal Turunkan Kualitas Demokrasi Indonesia

Prabowo menyebut, dirinya sudah mengikuti empat kali kontestasi Pemilu, namun baru kali ini dia menang.


Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

15 hari lalu

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina. ANTARA FOTO/AACC2015
Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengkritik pemerintah Amerika Serikat atas penggerebekan terhadap protes mahasiswa pro-Palestina


Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

17 hari lalu

Massa aksi Hari Buruh Internasional membakar baliho bergambar Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat negara lainnya di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat pada Rabu, 1 Mei 2024. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

Aksi Hari Buruh Internasional pada Rabu kemarin menyoroti janji reforma agraria Presiden Jokowi. Selain itu, apa lagi?


Massa Aksi May Day Bakar Baliho Jokowi dan Hakim MK Sebagai Bentuk Kekecewaan

17 hari lalu

Massa aksi Hari Buruh Internasional membakar baliho bergambar Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat negara lainnya di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat pada Rabu, 1 Mei 2024. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Massa Aksi May Day Bakar Baliho Jokowi dan Hakim MK Sebagai Bentuk Kekecewaan

Peserta aksi Hari Buruh Internasional atau May Day membakar baliho bergambar Presiden Jokowi di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakpus


Dosen Filsafat UGM Sebut Pentingnya Partai Oposisi: Jika Tidak Ada, Maka Demokrasi Tambah Merosot Jauh

18 hari lalu

Dosen Filsafat UGM Sebut Pentingnya Partai Oposisi: Jika Tidak Ada, Maka Demokrasi Tambah Merosot Jauh

Keberadaan partai oposisi sangat penting untuk memberikan pengawasan dan mengontrol jalannya pemerintahan. Ini pendapat dosen filsafat UGM.


Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

19 hari lalu

Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-jufri (kanan) bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kedua kanan), Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kiri) dan mantan capres nomor urut 1 Anies Baswedan (kedua kiri)  berfoto bersama saat milad ke-22 PKS di kantor DPP PKS, Jakarta, Sabtu 27 April 2024. Tasyakuran milad ke-22 PKS tersebut dihadiri sejumlah kader dan ketua umum partai politik. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

Isu tentang partai yang akan menjadi oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran kian memanas. Kenali fungsi dan peran oposisi.


Koalisi Prabowo Rangkul PKB dan Partai Nasdem Bahayakan Demokrasi

22 hari lalu

Prabowo-Gibran tengah merangkul rival politiknya dalam pemilihan presiden untuk bergabung ke koalisi Prabowo.
Koalisi Prabowo Rangkul PKB dan Partai Nasdem Bahayakan Demokrasi

Upaya Koalisi Prabowo merangkul rival politiknya dalam pemilihan presiden seperti PKB dan Partai Nasdem, berbahaya bagi demokrasi.


Dosen Politik Universitas Udayana Sebut 5 Skenario Potensial Putusan Sengketa Pilpres oleh Hakim MK

27 hari lalu

Delapan hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum untuk Pemilihan Presiden 2024 atau PHPU Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 1 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Dosen Politik Universitas Udayana Sebut 5 Skenario Potensial Putusan Sengketa Pilpres oleh Hakim MK

Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) prediksi 5 skenario potensial putusan MK sengketa Pilpres 2024 yang akan di gelar Senin, 22 April 2024


Kelompok Pemantau Eopa: Pemilu Turki Belum Sepenuhnya Kondusif bagi Demokrasi

47 hari lalu

Presiden Turki Tayyip Erdogan berpose bersama para pendukungnya saat ia meninggalkan tempat pemungutan suara selama pemilihan lokal di Istanbul, Turki 31 Maret 2024. Murat Kulu/PPO/Handout via REUTERS
Kelompok Pemantau Eopa: Pemilu Turki Belum Sepenuhnya Kondusif bagi Demokrasi

Kelompok pemantau pemilu dari Dewan Eropa mengatakan lingkungan pemilu Turki masih terpolarisasi dan belum sepenuhnya kondusif bagi demokrasi.


Respons Bambang Widjojanto Soal MK Panggil 4 Menteri Jokowi Jadi Saksi Sengketa Pilpres

47 hari lalu

Kuasa Hukum pemohon calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin) dalam perkara sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 1 April 2024. TIM Hukum Nasional (Amin) menghadirkan 7 ahli dan 11 saksi. TEMPO/Subekti.
Respons Bambang Widjojanto Soal MK Panggil 4 Menteri Jokowi Jadi Saksi Sengketa Pilpres

Bambang Widjojanto menilai MK ingin sungguh-sungguh memeriksa setiap bukti dalam sidang sengketa Pilpres 2024.