Kusala Sastra Khatulistiwa 2025 Kembali Digelar
Senin, 30 Juni 2025 13:00 WIB

Info Event - Sabtu malam, 28 Juni 2025, lantai tiga Graha Utama di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Senayan, Jakarta, menjadi saksi kembalinya malam yang telah dua tahun absen: Malam Anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK). Setelah kepergian Richard Oh pada 2022, pendiri sekaligus motor utama penghargaan ini, banyak yang meragukan KSK dapat kembali hidup. Namun semangat yang ditanamkan Richard, cinta yang tulus untuk sastra Indonesia, menjadi bahan bakar kebangkitan penghargaan ini tahun ini.
Dengan dukungan dari Dana Indonesiana, Kementerian Kebudayaan RI, dan LPDP, serta sederet sponsor dan mitra media, Yayasan Richard Oh Kusala Indonesia (YRKI) berhasil menyelenggarakan kembali KSK dengan format yang lebih mapan. Direktur Program KSK, Gema Laksmi Mawardi, menjelaskan bahwa tahun ini penghargaan dibagi dalam tiga kategori: kumpulan cerpen, novel, dan puisi, dengan total hadiah Rp100 juta per kategori—Rp75 juta untuk penulis, dan Rp25 juta untuk pembelian buku pemenang.
Para kurator KSK 2025, yakni Eka Kurniawan, Hasan Aspahani, dan Nezar Patria, menyampaikan bahwa penyelenggaraan kali ini tak hanya bentuk apresiasi, tapi juga bagian dari upaya membangun ekosistem sastra yang berkelanjutan. Sastra tak bisa berdiri sendiri, dan karena itu KSK merancang strategi jangka panjang, termasuk penerbitan antologi ulasan pemenang dan buku pusaka sastra Indonesia abad ke-20 hingga kini.
Malam penganugerahan juga menjadi ruang penghormatan bagi para tokoh yang telah mewarnai sejarah KSK. Nama-nama seperti Sapardi Djoko Damono, Hamsad Rangkuti, Gunawan Maryanto, hingga sang pendiri Richard Oh, dikenang dengan penuh khidmat.
Dewan juri yang diketuai Djoko Saryono dan beranggotakan Kurnia Effendi, Asep Subhan, Ni Made Purnama Sari, serta Inggit Putria Marga, menetapkan tiga buku terbaik tahun ini berdasarkan penilaian mendalam dan diskusi kolektif. Mereka menekankan pentingnya teks sebagai pusat penilaian, tanpa bias gender, penerbit, atau lokasi geografis.
Hasilnya, Sasti Gotama memenangkan kategori cerpen melalui Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-kupu yang menawarkan ironi tajam dan perspektif unik. Cicilia Oday, dengan Duri dan Kutuk, memikat juri lewat kedalaman karakter dan narasi yang menyinggung hubungan getir manusia dan alam. Sementara Esha Tegar Putra menghadirkan elegi emosional dan kaya imaji dalam kumpulan puisinya Hantu Padang, yang digambarkan sebagai kepulangan penuh luka dan meditasi atas ingatan masa lalu.
Trofi KSK tahun ini didesain oleh perupa Cecil Mariani. Bentuknya memvisualkan kurva khatulistiwa yang bergerak dalam spiral spektral, menggambarkan narasi sastra yang terus berkembang dan berdialektika dengan gagasan, intuisi, dan imajinasi kolektif.
“Apabila KSK kembali, itu bukan karena kami bisa menggantikan Richard,” ujar Pratiwi Juliani, Ketua YRKI, “tetapi karena kami ingin mewarisi semangatnya: mencintai sastra Indonesia dan bekerja untuk memberikan dampak positif pada seluruh ekosistemnya.”
Malam itu, lebih dari sekadar penghargaan, KSK menjadi panggung bagi semangat baru dalam sastra Indonesia: kerja kolektif, keberlanjutan, dan cita-cita besar agar karya penulis Indonesia bisa menyeberangi batas bahasa dan budaya, menuju pembaca global. (*)