Info Event - “Duh Aku OCD banget deh” – Tidak jarang kita mendengar orang lain, keluarga kita, atau bahkan diri kita sendiri mengucapkan kalimat ini. Kerap kali kita menggunakan istilah “OCD” untuk menjelaskan keinginan untuk menjaga kebersihan atau mengatur barang-barang dengan rapi. Tapi, sebetulnya apa itu Obsessive Compulsive Disoder (OCD)?
Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) pada Sabtu, 30 September 2023 menyelenggarakan Webinar Menuju Temu Ilmiah Nasional V IPK Indonesia Tahun 2023 dengan judul "Tanggap dan Berdaya, Memahami dan Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif", melalui platform Zoom. Kegiatan ini dihadiri oleh 207 peserta dari berbagai kalangan, baik anggota IPK Indonesia maupun non-anggota yang terdiri dari konselor, mahasiswa psikologi, caregiver pengidap OCD hingga masyarakat umum.
Narasumber pada kegiatan ini adalah Nimaz Dewantary, M.Psi., Psikolog dan Nena Mawar Sari, S.Psi., Psikolog. Kedua narasumber secara bergantian menyampaikan materi terkait Obsessive Compulsive Disorder (OCD), mulai dari sejarah, prevalensi, subtipe OCD, hingga pendampingan dan penanganan yang dapat dilakukan pada individu pengidap OCD.
Pengertian Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
OCD terdiri dari dua hal, yaitu obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah pikiran, gambaran atau dorongan yang berulang terkait kecemasan, yang terus menerus, mengganggu, dan tidak diinginkan. Sedangkan kompulsi yakni perilaku berulang, yang muncul sebagai respon terhadap suatu obsesi. Untuk dapat didiagnosa sebagai OCD, obsesi dan kompulsi harus memakan waktu (lebih dari satu jam per hari) atau memberi dampak stress yang signifikan pada area kehidupan individu. Misalnya, individu menghabiskan waktu untuk mencuci tangan hingga 30 menit setiap setelah menyentuh suatu hal yang dianggap terkontaminasi bakteri. Individu yang mengidap OCD menyadari bahwa mereka sebetulnya tidak menginginkan melakukan perilaku tersebut, namun mereka tidak kuasa menahan dorongan obsesi dan kompulsi yang dirasakannya.
Etiologi OCD
Secara pasti belum ditemukan penyebab dari OCD tetapi terdapat beberapa hal yang menjadi faktor resiko, diantaranya faktor genetil, neurobiologis (kelainan pada otak), reaksi autoimun dan sistem kekebalan tubuh yang menyerang bagian tertentu di otak, dan faktor lingkungan. Termasuk di dalam faktor lingkungan seperti kejadian buruk pada masa perinatal, kelahiran prematur, penggunaan tembakau oleh ibu saat hamil, pelecahan fisik dan seksual di masa kanak-kanak, intimidasi dan kejadian stres atau trauma lainnya.
Subtipe OCD
Meskipun OCD yang paling umum diketahui oleh awam adalah terkait kekhawatiran berlebih terhadap zat/ benda yang dianggap terkontaminasi (contamination OCD), sebetulnya ada banyak subtype OCD, yaitu: Harm OCD (takut menyakiti diri sendiri atau orang lain, khawatir berlebih terhadap gambaran kekerasan dalam pikiran), Symmetry/Just right/Perfectionism OCD (khawatir berlebih tidak melakukan tugas dengan sempurna dan benar), Relationship OCD (kekhawatiran berlebih terhadap pasangan), dan masih banyak lainnya.
Penanganan dan Pendampingan
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menangani OCD diantaranya: Psikoterapi dengan psikolog klinis melalui Exposure and Response Prevention therapy (ERP). Selain itu, dapat dilakukan juga farmakoterapi oleh psikiater, dan electroconvulsive-therapy. Keluarga sebagai orang terdekat dari orang yang mengalami OCD dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: mengedukasi diri terkait dengan apa itu OCD, tidak memberi stigma, dan mendorong pengidap OCD untuk mendapatkan penanganan oleh psikolog klinis.
Webinar “Tanggap dan Berdaya, Memahami dan Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif” memberikan insight bahwa orang normal pada umumnya pernah berpikir negatif, namun hal tersebut dapat dihentikan. Sedangkan, individu pengidap OCD tidak dapat menghentikannya. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi gejala gangguan ini, salah satunya yakni dengan melakukan psikoterapi. Terapi tidak menghilangkan kecemasannya, namun mengajarkan cara merespon kecemasannya dengan lebih adaptif. ERP memberi hasil yang cukup signifikan dalam proses terapi pada pasien yang mengidap OCD.
IPK Indonesia mengundang seluruh psikolog klinis, psikolog, tenaga Kesehatan, konselor, praktisi kesehatan, dosen, ilmuwan, mahasiswa, hingga masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam Temu Ilmiah Nasional V 2023. Acara Temilnas akan diadakan pada 28-29 Oktober 2023, diawal dengan Pra-Temilnas pada 26-27 Oktober 2023 di Nusa Dua, Bali. Temilnas V mengundang berbagai narasumber yang expert di bidangnya, baik dari dalam negeri maupun pembicara internasional. Informasi lebih lengkap dapat diakses melalui media sosial Intagram @ipk_indonesia atau pranala https://ipk.id. (*)