Indonesia Kita Gelar Lakon Legendaris Teater Koma Penghormatan Bagi Nano Riantiarno
Editor
Yefri
Senin, 12 Juni 2023 12:00 WIB
Info Event - Dunia panggung teater Indonesia mengalami kehilangan besar pada 20 Januari 2023, saat sutradara ternama Indonesia, Nano Riantiarno meninggal dunia. Pendiri Teater Koma ini meninggalkan banyak karya teater yang menjadi bagian dari perjalanan sejarah teater di Indonesia. Untuk itulah di pementasan ke-39 kali ini, Indonesia Kita dan Bakti Budaya Djarum Foundation mengangkat salah satu karya Teater Koma yang ditulis oleh Nano Riantiarno. Karya yang terpilih dari Teater Koma ini adalah “Opera Kecoa” yang kemudian dikembangkan oleh penulis dan Direktur Artistik Indonesia Kita, Agus Noor, menjadi pementasan bertajuk “Julini Tak Pernah Mati”.
Pementasan ke-39 Indonesia Kita “Julini Tak Pernah Mati” yang diproduksi oleh Kayan Production ini akan dilangsungkan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki pada 16-17 Juni 2023. Para pemain yang akan tampil adalah Butet Kartaredjasa, Rangga Riantiarno, Cak Lontong, Akbar, Marwoto, Sri Krishna Encik, Sruti Respati, Jajang C. Noer, Netta Kusumah Dewi, Mucle, Wisben, Joned, Joind Bayu Winanda, dan aktor-aktor Teater Koma. Musik akan digawangi oleh Arie Pekar dari Jakarta Street Music, dan dimeriahkan para penari dari Dansity yang dikoreografi oleh Josh Marcy.
Lakon "Julini Tak Pernah Mati" atau "Misteri Julini" merupakan lakon yang dikembangkan atau dielaborasi dari lakon "Opera Kecoa" karya N. Riantiarno. Dalam lakon "Opera Kecoa", Julini, tokoh utama, meninggal dunia. Namun di pementasan “Julini Tak Pernah Mati”, Julini ditemukan dalam keadaan masih utuh saat kuburannya digali. Keberadaannya pun menggemparkan sekaligus memunculkan polemik. Ada yang menganggapnya sebagai orang sakti, dan ada juga yang menilainya sosok yang berbahaya dan mengancam. Hal ini dikarenakan kemunculan langsung memikat banyak pengikut dan dipuja, sehingga banyak yang mencoba memanfaatkan keajaiban Julini.
Di lain pihak, Julini hanya memiliki keinginan sederhana, yaitu bertemu kawan- kawannya dan kekasihnya. Tapi mereka semua sudah mati. Tinggal anak keturunan mereka. Julini kemudian terperangkap dalam bermacam kepentingan politik. Ia dipuja tapi juga dihujat. Masa lalunya sebagai waria digugat. Apalagi ketika banyak orang menghubung-hubungkan masa silam Julini dengan perjalanan hidup seorang tokoh politik yang akan maju dalam pemilihan pimpinan kota. Kemunculan Julini membuka banyak kisah yang selama ini ditutupi atau disembunyikan dari sejarah.
“Selain untuk mengenang Mas Nano Riantiarno, kisah Julini yang kami angkat kali ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perjalanan seni teater kita, bertumbuh dengan keberadaan Teater Koma. Kelompok ini bisa dikatakan adalah bukti sejarah bahwa seni pertunjukan dalam sosok teater di atas panggung, sempat mengalami masa keemasan dan menjadi salah satu dari tontonan yang menghibur sekaligus mengasah pemikiran-pemikiran kritis masyarakat Indonesia. Suatu masa ketika masyarakat menemukan hiburan dan pertemuan intelektual di panggung teater. Sosok Julini yang tak pernah mati, hendaknya bisa membuka jalan bagi kita semua untuk menghidupkan kembali masa-masa tersebut,” ujar Agus Noor, penulis dan sutradara pertunjukan ini.
Sementara itu, bagi Butet Kartaredjasa, pendiri Indonesia Kita, melihat pementasan yang mengangkat salah satu karya populer Teater Koma ini, menjadi kenangan dan reuni tersendiri bagi dirinya yang sering kali tampil bersama Teater Koma. “Panggung Indonesia kali ini sungguh membuat saya campur aduk perasaannya. Antara bahagia, sedih, kangen, semua rasa yang mengingatkan saya pada Mas Nano Riantiarno dan juga momen-momen kenangan bersama Teater Koma. Sangat pas dan perlu bagi Indonesia Kita untuk menampilkan lakon ini, supaya para penonton Indonesia bisa kembali diingatkan sejarah penting Teater Koma, sebagai kelompok teater yang banyak melahirkan seniman besar di dunia seni peran, sekaligus wadah bagi mereka yang ingin belajar banyak tentang teater dan berakting yang bagus dan tepat,” ujar Butet Kartaredjasa. (*)