A.E. Priyono Democracy Forum: Pemerintah Harus Prioritaskan Hak-Hak Ekonomi Buruh Dan Petani
Editor
Yefri
Jumat, 2 Oktober 2020 20:30 WIB

Info Event - Pemerintah diharapkan memberikan perhatian khusus pada dampak ekonomi pandemi terhadap kelompok paling rentan seperti petani dan pekerja. Banyak di antara mereka yang sebelum Covid-19 telah menghadapi kesulitan ekonomi menjadi semakin terpuruk akibat pandemi. Selain itu, pemerintah juga harus mampu menangani dampak pandemi Covid-19 yang telah memecah perhatian masyarakat dan pemerintah dalam mencari solusi terbaik, antara menyeimbangkan keselamatan kesehatan manusia dan menyelamatkan ekonomi.
Demikian kesimpulan diskusi bertema “Demokrasi dan hak-hak ekonomi di masa pandemi,” pada Jumat, 2 Oktober 2020. Acara yang diberi nama “A.E. Priyono Democracy Forum” ini digelar atas kerjasama Public Virtue Institue dan Erasmus Huis.
Menurut Ketua Yayasan Indonesia untuk Kemanusiaan Kamala Chandrakirana pandemi adalah masalah di atas krisis. Mengatasinya tak bisa hanya mengkonsentrasikan aspek ekonomi saja, ataupun kesehatan secara terpisah. Kesehatan dan ekonomi tak bisa dipisahkan. Keduanya berkaitan, dan harus diselesaikan secara bersama-sama. Semua ini kembali pada bagaimana melihat persoalan. Tidak pula bisa kebijakan hanya diserahkan pada satu pihak. Menurut dia, dampak pandemi Covid-19 dirasakan berbeda oleh mereka yang mapan secara ekonomi dan yang hidup di pinggiran yang sudah penuh kerentanan dan ketidakpastian bahkan sebelum pandemi.”
Namun demikian, menurut Kamala, Covid-19 juga bisa dijadikan momen transformatif untuk sama-sama membangun ulang sistem ekonomi lokal, nasional, global agar tidak eksploitatif terhadap sesama manusia dan alam semesta. “Sekarang kita dituntut untuk berimajinasi secara baru demi masa depan yang lebih baik kita semua dan bagi anak cucu”, tambahnya.
Senada dengan Kemala, Ketua Serikat Petani Indonesia wilayah Sumatera Utara Zubaidah yang juga menjadi pembicara, mengatakan masalah yang dihadapi petani baik sebelum maupun setelah adanya Covid-19 masalah yang dihadapi selalu sama. Masalahnya tetap yang itu-itu saja. Kendala akses alat produksi terutama tanah, minimnya akses produksi, juga masalah bibit. Selain itu, petani tidak banyak mendapat manfaat atau keuntungan dengan adanya kenaikan harga atau permintaan barang di pasar. Kenaikan harga komoditi menguntungkan kelompok tertentu. Sistem yang terbentuk selama ini tidak menguntungkan petani sama sekali. Dengan rantai distribusi yang panjang keuntungan itu selalu hanya dinikmati petani berskala besar.”
Menurut Zubaidah, di masa pandemi saat ini kondisi petani kian terpuruk. Apalagi mereka yang tengah menghadapi konflik agraria. Agenda advokasi tersisihkan oleh perhatian pada masalah Covid-19. Pandemi ini juga membatasi mobilitas pergerakan petani.
Marit Maij, Managing Director CNV Internasional, sebuah lembaga yang bergerak di sektor ketenagakerjaan di Belanda mendorong perlunya ruang dialog mencari solusi bersama win-win antara serikat pekerja, pemerintah, dan bisnis. Dialog itu bisa membuka kesepahaman dan ruang bersama untuk sama-sama melihat persoalan yang nantinya dapat memberi manfaat bersama. Bagi serikat pekerja bagaimana mereka tetap bisa melanjutkan pekerjaan dan memperbaiki hak-hak mereka. Pengalaman di Belanda, mereka membentuk semacam badan bersama yang beranggotakan perwakilan pekerja, LSM, pemerintah, dan perusahaan membicarakan isu-isu terkait.
Pada awal diskusi, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki, yang memberikan pidato kunci webinar ini mengakui dampak pandemi sangat besar memberikan efek kepada UMKM yang selama krisis di tahun 1998 menjadi penunjang dan penopang perekonomian Indonesia. “Di masa pandemi, UMKM yang menyerap jumlah tenaga kerja yang sangat besar ternyata kali ini juga terpuruk tajam”, kata Teten.
Teten menjelaskan bahwa pemerintah berkomitmen bagaimana afirmasi kebijakan publik utamanya melindungi yang lemah. Dengan struktur UMKM yang hampir 99% ini namun itu sama sekali tidak mencerminkan keadilan dan pemerataan, dibandingkan penguasaan sekelompok 1% dalam perekonomian Indonesia secara total. UMKM belum masuk pada sektor yang ekonomi yang bernilai tinggi. Ke depan pemerintah akan mendorong UMKM dapat mengambil peran yang lebih penting.
Ditambahkan pula oleh M. Riza Damanik, Staf Khusus Menteri UMKM yang berbicara dalam diskusi “kontribusi dan besarnya tenaga kerja yang terlibat dalam UMKM, menjadi kunci perbaikan ekonomi Indonesia di masa depan. Kemampuan pemerintah keluar dari persoalan ekonomi dengan cara mengembangkan perekonomian di sektor UMKM. Untuk itu pemeritah akan mendorong UMKM dapat mengkonsolidasikan hak akses pasar, modal, dan pengembangan.” (*)