Simposium Nasional Reforma Agraria Implies Reforma Kehutanan
Editor
Yefri
Senin, 13 Januari 2020 21:15 WIB
INFO EVENT - Reforma agraria sebenarnya sudah digulirkan sejak zaman Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Reforma Agraria ditempatkan sebagai satu bagian mutlak dari “cita-cita Revolusi Indonesia” untuk mewujudkan “Sosialisme Indonesia”. Namun dalam perjalanannya reforma agraria dianggap belum sejalan dengan cita-cita revolusi Indonesia yang didasarkan pada mandat konstitusi yaitu untuk mereduksi ketimpangan struktur agraria dan membangkitkan produktivitas lahan.
Sebagai upaya untuk mendiskusikan arah kebijakan nasional terkait Reforma Agraria dan Reforma Kehutanan, The Asia Foundation, FORCI DEVELPOMENT Fakultas Kehutanan IPB University (FORCIDEV) dan Forum Perguruan Tinggi Kehutanan se-Indonesia (FOReTIKA) mengadakan Simposium Nasional Reforma Agraria Implies Reforma Kehutanan pada tanggal 13-14 Januari 2020 di Swisbel-Residence Kalibata, Jakarta Selatan. Simposium ini diselenggarakan bersama dengan elemen masyarakat sipil dan akademisi.
Hari pertama simposium diawali dengan pemaparan serta pembahasan makalah “Rezim Kawasan Hutan dan Politik Realokasi Penggunaannya” oleh Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS dan Sudarsono Soedomo, Ph.D. Selanjutnya proses diskusi dibagi ke dalam lima tematik Panel Session dengan dua pemakalah dan satu moderator di masing-masing tematik.
Prof. Hariadi yang juga Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB mengatakan bahwa simposium ini akan memberikan perspektif berbeda dari acara-acara sejenis. Kali ini para peserta akan membedah peraturan perundangan dari sisi historis, tata kelola, birokrasi dan hubungan antar lembaga, bukan hanya permasalahan yang terkait dengan undang-undang saja. Pendalaman masalah akan dikaitkan dengan dua hal, yang pertama adalah kaitannya dengan omnibus law, dan yang kedua dengan administrasi pembangunan. Diharapkan kehadiran omnibus law akan memecahkan masalah di lapangan, baik yang menyangkut masalah hutannya sendiri dan juga persoalan-persoalan institusional. Namun Guru Besar Kebijakan Kehutanan ini menengarai bahwa debirokratisasi yang akan dijalankan melalui omnibus law belum bisa memecahkan problematika berbeda-beda yang terjadi di masing-masing daerah.
Simposium akan diteruskan pada hari kedua untuk mengumpulkan hasil-hasil pembahasan yang terjadi pada proses diskusi dan akan dielaborasikan menjadi sebuah Draft Rekomendasi. Diharapkan rekomendasi yang dihasilkan dari simposium akan menjadi semacam policy brief kepada pemerintah periode 2019 -2024 untuk menyusun kebijakan dan langkah strategis pembaruan kehutanan. (*)