Info Event - Pagi yang cerah di Kampus UI Depok, Jumat, 7 September 2024, menjadi awal dari sebuah perjalanan istimewa bagi 106 mahasiswa Bisnis Kreatif. Mereka tidak sedang menuju ruang kelas seperti biasanya, melainkan mengarah ke Museum Betawi di Setu Babakan untuk merasakan langsung napas budaya yang mulai jarang terdengar gaungnya di kalangan anak muda—tanjidor. Melalui program Cultural Festival CBSA UI 2024, para mahasiswa ini diajak untuk mengenal lebih dekat seni musik tradisional Betawi yang perlahan tergerus modernisasi.
Cultural Festival CBSA UI 2024 bukan hanya sekadar acara biasa. Ini adalah sebuah bentuk pengabdian masyarakat yang diinisiasi oleh mahasiswa untuk mendukung pelestarian seni dan budaya, khususnya di kalangan generasi muda. Pagi itu, sebuah tronton besar sudah menunggu di depan Fakultas Vokasi, membawa semangat dan antusiasme mahasiswa menuju Setu Babakan. Dengan semangat, mereka memasuki halaman Museum Betawi, sebuah tempat yang penuh dengan sejarah dan cerita masa lalu. Di sana, mereka disambut oleh berbagai koleksi budaya Betawi, mulai dari alat musik tradisional, pakaian adat, hingga senjata-senjata kuno yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban Betawi.
Usai menikmati suasana museum, peserta diajak untuk berkeliling dalam kelompok kecil, menyerap informasi yang berharga tentang budaya Betawi yang kini semakin jarang dikenal. Tak lupa, mereka mendokumentasikan setiap momen menarik untuk dibagikan di media sosial, menghubungkan tradisi lama dengan dunia digital yang mereka kuasai. Ketika waktu siang mendekat, sebuah workshop yang sangat ditunggu-tunggu pun dimulai, mengusung tema “Pemberdayaan Musik Tanjidor dan Adaptasi dengan Kemajuan Kebudayaan di Era Modernisasi”. Workshop ini menghadirkan Pusaka Tiga Saudara, kelompok tanjidor yang dipimpin oleh maestro Ma’ah Piye.
Selama sesi workshop, suasana semakin hidup. Para mahasiswa tampak terpukau oleh suara alat musik tanjidor yang bergema di ruangan, seraya mendengarkan cerita tentang bagaimana kesenian ini mampu bertahan di tengah gempuran modernisasi. Pertanyaan demi pertanyaan mengalir dari peserta, mengarah pada satu tujuan: bagaimana tanjidor tetap relevan di era kini. Diskusi ini bukan sekadar membicarakan sejarah, tetapi juga mencari jalan agar seni musik tradisional tersebut bisa beradaptasi dan terus hidup di tengah dunia yang kian berubah.
Setelah beristirahat sejenak, peserta diajak untuk menikmati dua ikon kuliner legendaris Betawi, Kerak Telor dan Es Selendang Mayang. Aroma khas makanan tradisional ini melengkapi suasana hari itu, mengingatkan mereka akan kekayaan budaya yang selama ini mungkin tak begitu mereka kenal.
Puncak acara Cultural Festival CBSA UI 2024 adalah Jamming Budaya yang menggabungkan tanjidor dengan musik modern. Di Amphiteater Setu Babakan, para pemain tanjidor dari Pusaka Tiga Saudara tampil berdampingan dengan DJ Vuai, menciptakan harmoni yang unik antara tradisi dan modernitas. Ketukan drum elektronik berpadu dengan nada klasik tanjidor, membawakan lagu-lagu Betawi seperti Kicir-Kicir. Sorak sorai dan tepuk tangan meriah mengiringi akhir pertunjukan, sebuah simbol bahwa kolaborasi budaya ini sukses membangkitkan antusiasme peserta.
Muthi, Vice Project Officer Cultural Festival CBSA UI 2024, menyatakan kebanggaannya atas antusiasme para mahasiswa. “Saya senang sekali melihat teman-teman Bisnis Kreatif begitu semangat mengikuti setiap rangkaian acara. Saya harap mereka bisa lebih menghargai dan melestarikan budaya Betawi setelah ini,” ujarnya. Sejalan dengan itu, Nathanaila, salah satu peserta, mengaku semakin penasaran dan tertarik untuk mengeksplorasi lebih jauh tentang Tanjidor dan budaya Betawi lainnya. "Saya jadi ingin tahu lebih banyak tentang bentuk-bentuk budaya Betawi yang lain. Ini benar-benar pengalaman yang membuka mata," katanya.
Melalui acara ini, Cultural Festival CBSA UI 2024 berhasil menanamkan kecintaan dan apresiasi terhadap budaya Betawi, khususnya tanjidor, kepada generasi muda. Sebuah langkah kecil namun penting dalam menjaga keberlangsungan warisan budaya Indonesia di tengah derasnya arus globalisasi. (*)