Fraud dapat diartikan sebagai tindakan curang yang disengaja untuk mendapatkan keuntungan, seperti memalsukan laporan keuangan atau menyalahgunakan aset perusahaan. Seminar ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara tata kelola perusahaan yang baik, regulasi nasional seperti POJK 12/2024, dan standar internasional seperti ISO/DIS 37003—sebuah panduan global untuk sistem pengelolaan pencegahan fraud.
Seminar ini dibuka oleh Prof. Dr. Yetty Komalasari Dewi, S.H., M.L.I., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia menjelaskan bahwa Good Corporate Governance (GCG), atau tata kelola perusahaan yang baik, adalah kerangka kerja yang memastikan perusahaan dijalankan secara transparan, bertanggung jawab, dan sesuai hukum.
"Good Corporate Governance bukan sekadar formalitas, melainkan investasi jangka panjang untuk menjaga kepercayaan publik. "Kepatuhan terhadap regulasi seperti POJK 12/2024 dan Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah langkah penting untuk mengurangi risiko fraud," ujar Prof. Yetty. Ia juga menekankan bahwa pengawasan internal yang efektif dan transparansi menjadi kunci keberhasilan pencegahan fraud.
Adnan Pandu Praja, S.H., LL.M., mantan Wakil Ketua KPK, memaparkan tentang ISO/DIS 37003, sebuah standar internasional yang memberikan pedoman untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani fraud.
"ISO/DIS 37003 membantu organisasi menciptakan sistem anti-fraud yang terstruktur. Contohnya adalah penerapan konsep Three Lines of Defence, atau tiga garis pertahanan. Pendekatan ini membagi peran pengawasan menjadi tiga lapis: operasional, pengendalian internal, dan audit independen. Selain itu, teknologi seperti sistem pengelolaan fraud memungkinkan perusahaan merespons kecurangan dengan lebih cepat," jelas Adnan.
Iklan
Sesi terakhir dibawakan oleh Muhammad Arief Nurhidayat, S.K.M., M.M., konsultan senior dari Robere & Associates Indonesia. Ia menekankan perlunya pendekatan sistematis dalam mencegah fraud yang mencakup empat langkah utama: pencegahan, deteksi, investigasi, dan pemantauan.
"Pencegahan fraud tidak bisa dilakukan secara parsial. Regulasi seperti POJK 12/2024 mendorong perusahaan untuk mengintegrasikan langkah-langkah anti-fraud dalam operasionalnya. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan sistem pelaporan anonim (Whistleblowing System) yang memungkinkan karyawan melaporkan dugaan kecurangan tanpa rasa takut. Selain itu, analisis data modern sangat efektif untuk mendeteksi pola mencurigakan lebih awal," papar Arief.
Seminar ini dihadiri oleh peserta dari berbagai sektor, termasuk swasta, regulator, dan akademisi. Diskusi yang berlangsung interaktif menunjukkan tingginya perhatian terhadap upaya pencegahan fraud. Banyak peserta berbagi pengalaman dan tantangan yang mereka hadapi, sekaligus mencari solusi praktis dari para pakar.
Sebagai kesimpulan, para pembicara menekankan bahwa sinergi antara tata kelola yang baik, kepatuhan terhadap regulasi, dan pemanfaatan teknologi adalah langkah strategis untuk membangun sistem anti-fraud yang efektif. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu organisasi menjaga transparansi, reputasi, dan keberlanjutan bisnis mereka. Dengan demikian, tantangan fraud di era globalisasi dapat diatasi secara lebih efisien. (*)